Entrepreneurship

Dunia Wira Usaha Indonesia

Saturday, August 9, 2008

Rahmat Syukur Maskawan, Mengubah Klinik Menjadi Hotel

Ramah, santun, tutur katanya lembut dan senyum bersahabat yang senantiasa tersungging sepertinya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari Rahmat Syukur Maskawan, pemilik Hotel Kampung Sumber Alam di Cipanas, Garut, Jawa Barat. Kepada Niriah, Ukun, begitu ia disapa kolega dan sahabat dekatnya, menuturkan jatuh bangun bisnis yang kini jadi icon wisata Jawa Barat tersebut.
Sumber Alam mulanya dimiliki keluarga besar dr. H Maskawan Mustofa. Dokter yang sangat terkenal di Garut pada tahun 70-an itu melihat sumber daya air panas yang melimpah ruah di Cipanas bisa digunakan untuk membantu menyehatkan masyarakat. Beliau kemudian mendirikan sebuah klinik fisioterapi dilengkapi beberapa buah kamar untuk menginap pasien yang datang dari luar kota.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, sepuluh tahun kemudian, klinik tersebut berubah menjadi tempat peristirahatan. Ukun, anak bungsu dari 12 bersaudara dr. H. Maskawan Mustofa, berbekal ilmu yang diperolehnya di Nasional Hotel Institut Bandung (lulus 1980) dan pengalaman di Holland American Cruises, lantas mengembangkannya hingga akhirnya mewujud menjadi Kampung Sumber Alam seperti sekarang ini.
"Membangun Kampung Sumber Alam ini adalah perjuangan," ujar ayah lima anak ini mengawali perbincangan dengan Niriah sambil menikmati makan pagi di restoran Tunjung Balebat Kampung Sumber Alam, akhir pekan lalu. Dengan mata berbinar dan senyum yang senantiasa mengembang, Ukun menceritakan pengalaman jatuh bangun selama mengelola bisnisnya.
Perjuangan, karena Sumber Alam, tuturnya, merupakan perbenturan value antara nilai-nilai orde baru dengan nilai-nilai akuntabilitas. Itu berawal dari sikap Ukun yang tegas menolak berbagai bentuk intimidasi dan pemerasan yang dulu dianggap lumrah dalam bisnis yang digelutinya. "Anda tidak bisa feodal. Saya menganut egaliter. Orang datang minum kopi, mereka harus bayar, karena hidup saya dari situ. Kalau kemudian saya memberi diskon oke-oke saja. Tapi kalau Anda tidak bayar dan kami diperlakukan tidak berimbang, kami kalah," ujarnya kepada para "preman" yang datang kepadanya.Perbenturan yang keras pun tak terhindarkan. "Saya pernah mengalami hotel saya dibakar pada tahun 1990. Ratusan juta amblas," kenangnya.
Namun Ukun tidak kapok. "Perbenturan nilai itu tantangan yang sangat keras. Saya jadikan itu energi untuk bangkit," katanya.
Ukun terus maju. Awal 80-an, Ukun memulai pembenahan besar-besaran. Hal yang pertama kali dibenahinya adalah mental pegawai. Ia memulainya dari hal yang kecil. "Karyawan saya suka mengintip tamu yang sedang mandi, saya pecat," ujarnya memberi contoh.
Proses ini tak urung mengalami tentangan keras. Karena memecat karyawannya, bukan sekali dua kali ia diancam, bahkan dengan pistol. Tapi Ukun tak gentar. Pembersihan terus dilakukan. 40 persen karyawan yang dinilainya tidak baik ia keluarkan. Ironisnya, dalam kondisi demikian, orang yang ia andalkan sebagai tangan kanannya memilih pergi karena tak tahan menerima teror yang terus menerus.
"Tantangan harus dilawan dengan keberanian," tegasnya. Untuk itu, Ukun tak segan belajar ilmu berkelahi. "Saya belajar silat di Merpati Putih," ujarnya terkekeh

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home